KERAJAAN MATARAM KUNO
Diajukan untuk memenuhi tugas mata pelajaran sejarah
2. NaJwa Safira Damanik
3. Risti Yati
4. Rehan Handoko
Guru : Dian Ratna Putri S.Pd
SEKOLAH MENENGAH ATAS SWASTA
PEMATANGSIANTAR
T/A 2024/2025
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun judul makalah yang
penulis ajukan adalah “KERAJAAN MATARAM KUNO”
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran SejarahIndonesia. Dalam mempersiapkan,
menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, penulis tidak lepas
dari berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi. Penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dankekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran,
kritik, serta masukannya yang bersifat membanguntentunya demi perbaikan dan
pengembangan di dalam menyusun makalah di masa mendatang.
Pematang Siantar, Agustus 2024
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 4
A.
Latar
Belakang........................................................................................ 4
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................... 4
C.
Tujuan...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 5
A. Sejara Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno............................................. 5
B. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno......................................... 5
C. Raja yang Memimpin............................................................................... 6
D. Kehidupan Di Masa Kerajaan Mataram Kuno........................................ 8
E.
Sumber
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno ....................................... ....... 9
F.
Kemunduran
Kerajaan Mataram Kuno............................................ ..... 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
A.Kesimpulan............................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Nama
Kerajaan Mataram Kuno ditemukan pada prasasti yang bertuliskan angka 907 yang
dikenal sebagai prasasti Mantyasih. Didalam Prasasti Mantyasih dijelaskan bahwa
penguasa pertama kerajaan Mataram Kuno atau Medang adalah Rakai Mataram Sang
Ratu Sanjaya. Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah
berangka 907 M dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isinya berupa daftar
silsilah raja-raja Mataram Kuno yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung
yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai
Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang. Gelar Ratu
disini bukan berarti penguasa itu seorang perempuan, melainkan istilah Ratu,
Rakai, dan Bhre merupakan istilah asli dari nusantara untuk menyebut seorang
penguasa.
Pada
masa Kerajaan Mataram Kuno sendiri memiliki dua sumber sejarah yang menjadi
bukti berdirinya Kerajaan Mataram Kuno, yaitu Prasasti dan Candi-candi yang
masih ada saat ini. Adapun Prasasti tersebut ialah Prasasti Canggal, yang
ditemukan di dalam halaman Candi Guning Wukir yang terletak di desa Canggal
bertuliskan angka tahun 732 M. Kemudian, Prasasti Kalasan ditemukan di desa
Kalasan Yogyakarta bertuliskan angka tahun 778 M, dan ditulis dalam huruf
Pranagari (India Utara) serta berbahasa Sansekerta. Dan, Prasasti Mantyasih
ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907 M dengan menggunakan
bahasa Jawa Kuno. Serta, Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka
782 M.
Candi
Peninggalan masa Kerajaan Mataram Kuno salah satunya adalah Candi Ijo. Candi
Ijo merupakan situs prasejarah peninggalan budaya Hindu. Candi Ijo terletak di
Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
?
2.
Dimana
lokasi dan wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram
Kuno?
3.
Bagaimana
kehidupan di Kerajaan Mataram Kuno?
4.
Siapa
sajakah yang pernah menjadi Raja di
Kerajaan Mataram Kuno ?\
5.
Darimana
saja sumber sejarah Kerajaan Mataram
Kuno ?
6.
Bagaimana
runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno ?
C. Tujuan
1.
Untuk
membantu mempermudah pembelajaran, serta melengkapi pematerian
2.
Kita
bisa mengenal dan mengetahui sejarah Kerajaan Tarumanegara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Berdirinya
Kerajaan Mataram Kuno
Pada abad ke-8 di pedalaman Jawa Tengah
berdiri Kerajaan Mataram Hindu. Pendirinya adalah Raja Sanjaya. Munculnya
Kerajaan Mataram diterangkan dalam Carita Parahyangan. Kisahnya adalah dahulu
ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Galuh. Rajanya bernama Sanna (Sena).
Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang menghendaki takhta. Raja Sanna
meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara saudara perempuannya, Sannaha,
bersama keluarga raja yang lainnya berhasil melarikan diri ke lereng Gunung
Merapi. Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram
dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu. Tepatnya pada tahun 717 M.
B.
Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno

Letak Kerajaan Mataram Kuno berada di Jawa
Tengah sebelum akhirnya berpindah ke Jawa Timur. Kerajaan ini mulanya didirikan
oleh Raja Sanjaya, dan tahtanya dilanjutkan sejumlah dinasti Syailendra dan
dinasti Isyana setelah meninggalnya sang pendiri kerajaan. Kata “Mataram”
sendiri diambil dari Bahasa Sansekerta “Matr” yang memiliki arti sebagai “ibu”.
Banyak sejarawan yang mendeskripsikannya Kerajaan Mataram Kuno sebagai bentuk
personifikasi sosok ibu yang melambangkan kehidupan, alam dan lingkungan. Selain
terkenal dengan nama “Mataram Kuno”, kerajaan ini juga banyak disebut dengan
istilah “Medang” oleh penduduk Jawa. Istilah Medang ini muncul dari berbagai
prasasti yang ditemukan di berbagai lokasi di sekitar Jawa Tengah dan juga di
Jawa Timur. Setelah ditelaah, Kata Medang tersebut rupanya mengacu kepada
sebuah keraton bernama keraton Medang yang terletak di wilayah Kerajaan
Mataram.
Etimologi atau asal-muasal nama “Medang”
diperkirakan berasal dari nama pohon “medang”, pohon yang berasal dari wilayah
tersebut yang dikenal keras dan kokoh. Banyak pengamat sejarah mengatakan kalau
perekonomian Kerajaan Mataram Kuno sangat bergantung pada pertanian, khususnya
pertanian padi. Kerajaan Mataram Kuno juga mendapat keuntungan dari perdagangan
maritim ke sejumlah kerajaan dari negara lain. Selain itu, menurut
sumber-sumber asing dan temuan arkeologi, Kerajaan Mataram Kuno diduga memiliki
jumlah penduduk yang banyak dan tidak sedikit dari mereka berkehidupan cukup
makmur.
C.
Raja Yang Berkuasa
Raja-raja
wangsa Sanjaya, seperti dimuat dalam prasasti Mantyasih (Kedu), sebagai
berikut.
1.
Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya (717 – 746 M)
Raja ini adalah pendiri Kerajaan Mataram
sekaligus pendiri wangsa Sanjaya. Setelah wafat, ia digantikan oleh Rakai
Panangkaran.
2.
Sri
Maharaja Rakai Panangkaran (746 – 784 M)
Dalam prasasti Kalasan (778 M) diceritakan
bahwa Rakai Panangkaran (yang dipersamakan dengan Panamkaran Pancapana)
mendirikan candi Kalasan untuk memuja Dewi Tara, istri Bodhisatwa Gautama, dan
candi Sari untuk dijadikan wihara bagi umat Buddha atas permintaan Raja Wisnu
dari dinasti Syailendra. Ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan raja ini
datanglah dinasti Syailendra dipimpin rajanya, Bhanu (yang kemudian digantikan
Wisnu), dan menyerang wangsa Sanjaya hingga melarikan diri ke Dieng, Wonosobo.
Selain itu, Raja Panangkaran juga dipaksa mengubah kepercayaannya dari Hindu ke
Buddha. Adapun penerus wangsa Sanjaya setelah Panangkaran tetap beragama Hindu
3.
Sri
Maharaja Rakai Panunggalan (784 – 803 M)
4.
Sri
Maharaja Rakai Warak (803 – 827 M)
Dua raja ini tidak memiliki peran yang
berarti, mungkin karena kurang cakap dalam memerintah sehingga dimanfaatkan
oleh dinasti Syailendra untuk berkuasa atas Mataram. Setelah Raja Warak turun
takhta sebenarnya sempat digantikan seorang raja wanita, yaitu Dyah Gula (827 –
828 M), namun karena kedudukannya hanya bersifat sementara maka jarang ada
sumber sejarah yang mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.
5.
Sri
Maharaja Rakai Garung (828 – 847 M)
Raja ini beristana di Dieng, Wonosobo. Ia
mengeluarkan prasasti Pengging (819 M) di mana nama Garung disamakan dengan
Patapan Puplar (mengenai Patapan Puplar diceritakan dalam prasasti Karang
Tengah – Gondosuli).
6.
Sri
Maharaja Rakai Pikatan (847 – 855 M)
Raja Pikatan berusaha keras mengangkat
kembali kejayaan wangsa Sanjaya dalam masa pemerintahannya. Ia menggunakan nama
Kumbhayoni dan Jatiningrat (Agastya). Beberapa sumber sejarah yang menyebutkan
nama Pikatan sebagai berikut.
a.
Prasasti
Perot, berangka tahun 850 M.
b.
Prasasti
Argopuro yang dikeluarkan Kayuwangi pada tahun 864 M.
c.
Tulisan
pada sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi Plaosan menyebutkan nama Sri
Maharaja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Diduga tulisan tersebut merupakan
catatan perkawinan antara Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Sri Kahulunan diduga
adalah Pramodawarhani, putri Samaratungga, dari dinasti Syailendra. Mengenai
pernikahan mereka dikisahkan kembali dalam prasasti Karang Tengah.
Rakai Pikatan sendiri mengeluarkan tiga
prasasti berikut.
a.
Prasasti
Pereng (862 M), isinya mengenai penghormatan kepada Syiwa dan penghormatan
kepada Kumbhayoni.
b.
Prasasti
Code D 28, berangka tahun Wulung Gunung Sang Wiku atau 778 Saka (856 M). Isinya
adalah
1)
Jatiningrat
(Pikatan) menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Lokapala (Kayuwangi dalam
prasasti Kedu);
2)
Pikatan
mendirikan bangunan Syiwalaya (candi Syiwa), yang dimaksud adalah candi
Prambanan;
3)
kisah
peperangan antara Walaputra (Balaputradewa) melawan Jatiningrat (Pikatan) di
mana Walaputra kalah dan lari ke Ungaran (Ratu Boko).
c.
Prasasti
Ratu Boko, berisi kisah pendirian tiga lingga sebagai tanda kemenangan. Ketiga
lingga yang dimaksud adalah Krttivasa Lingga (Syiwa sebagai petapa berpakaian
kulit harimau), Trymbaka Lingga (Syiwa menghancurkan benteng Tripura yang
dibuat raksasa), dan Hara Lingga (Syiwa sebagai dewa tertinggi atau paling
berkuasa).
7.
Sri
Maharaja Kayuwangi (855 – 885 M)
Nama lain Sri Maharaja Kayuwangi adalah
Lokapala. Ia mengeluarkan, antara lain, tiga prasasti berikut.
a.
Prasasti
Ngabean (879 M), ditemukan dekat Magelang. Prasasti ini terbuat dari tembaga.
b.
Prasasti
Surabaya, menyebutkan gelar Sajanotsawattungga untuk Kayuwangi.
c.
Prasasti
Argopuro (863 M), menyebutkan Rakai Pikatan pu Manuku berdampingan dengan nama
Kayuwangi.
Dalam pemerintahannya,
Kayuwangi dibantu oleh dewan penasihat merangkap staf pelaksana yang terdiri
atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai seorang mahapatih.
8.
Sri
Maharaja Watuhumalang (894 – 898 M)
Masa pemerintahan Kayuwangi dan penerus-penerusnya
sampai masa pemerintahan Dyah Balitung dipenuhi peperangan perebutan kekuasaan.
Itu sebabnya, setelah Kayuwangi turun takhta, penggantinya tidak ada yang
bertahan lama. Di antara raja-raja yang memerintah antara masa Kayuwangi dan
Dyah Balitung yang tercatat dalam prasasti Kedu adalah Sri Maharaja
Watuhumalang. Raja-raja sebelumnya, yaitu Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra
(885 – 887 M), dan Rakai Gurunwangi (887 M) tidak tercatat dalam prasasti
tersebut mungkin karena masa pemerintahannya terlalu singkat atau karena
Balitung sendiri tidak mau mengakui kekuasaan mereka
8.
Sri
Maharaja Watukura Dyah Balitung (898 – 913 M)
Raja ini dikenal sebagai raja Mataram yang
terbesar. Ialah yang berhasil mempersatukan kembali Mataram dan memperluas
kekuasaan dari Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur. Dyah Balitung menggunakan
beberapa nama:
a.
Balitung
Uttunggadewa (tercantum dalam prasasti Penampihan),
b.
Rakai
Watukura Dyah Balitung (tercantum dalam kitab Negarakertagama),
c.
Dharmodaya
Mahacambhu (tercantum dalam prasasti Kedu), dan
d.
Rakai
Galuh atau Rakai Halu (tercantum dalam prasasti Surabaya).
Prasasti-prasasti yang penting dari Balitung
sebagai berikut.
a.
Prasasti
Penampihan di Kediri (898 M).
b.
Prasasti
Wonogiri (903 M).
c.
Prasasti
Mantyasih di Kedu (907 M).
d.
Prasasti
Djedung di Surabaya (910 M).
Tiga jabatan penting yang berlaku pada masa
pemerintahan Balitung adalah Rakryan i Hino (pejabat tertinggi di bawah raja),
Rakryan i Halu, dan Rakryan i Sirikan. Ketiga jabatan itu merupakan tritunggal
dan terus dipakai hingga zaman Kerajaan Balitung digantikan oleh Sri Maharaja
Daksa dan diteruskan oleh Sri Maharaja Tulodhong dan Sri Maharaja Wana. Namun,
ketiga raja ini sangat lemah sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Sanjaya
D.
Kehidupan Masa Kerajaan Mataram Kuno
1.
Kehidupan
ekonomi
Kerajaan Mataram Kuno merupakan negara
agraris yang bersifat tertutup. Akibatnya, kerajaan ini sulit berkembang secara
ekonomi, terutama karena segi perdagangan dan pelayaran sangat kering. Kejayaan
baru diperoleh pada masa pemerintahan Balitung. Ia membangun pusat perdagangan
seperti disebutkan dalam prasasti Purworejo (900 M). Dalam prasasti Wonogiri (903
M) diterangkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri Sungai Bengawan Solo
dibebaskan dari pajak dengan syarat penduduk desa tersebut harus menjamin
kelancaran hubungan lalu lintas melalui sungai
2.
Kehidupan
Politik
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya,
Mataram Kuno menjalin kerjasama dengankerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya,
Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno jugamenggunakan sistem perkawinan
politik. Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan
kembali Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama
Pramodyawardhani (Wangsa Sailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan
(WangsaSanjaya). Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram
Kuno, sedangkanWangsa Sailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8
M. Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara
Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (WangsaSailendra) semakin erat
3.
Kehidupan
Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam
praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu danagama Buddha, masyarakatnya
tetap hdup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketikamereka
bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu
yangsebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi
karena sikaptoleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga
dalam pembangunan tersebut.Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram
Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhanhukum pada semua pihak. Peraturan hukum
yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga dihormati dan dijalankan oleh para
pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanyahubungan erat antara
rakyat dan kalangan istana. Kehidupan sosial Kerajaan Syailendra tidak
diketahui secara pasti. Namun, melalui bukti-bukti peninggalan berupa
candi-candi, para ahli menafsirkan bahwa kehidupan sosial masyarakatKerajaan
Syailendra sudah teratur. Hal ini dilihat melalui cara pembuatan candi yang
menggunakantenaga rakyat secara bergotong-royong. Di samping itu, pembuatan
candi ini menunjukkan betaparakyat taat dan mengkultuskan rajanya.
4.
Kehidupan
Agama
Kerajaan Mataram pernah diperintah
oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. DinastiSanjaya beragama Hindu
dengan pusat kekuasaannya di utara. Hasil budayanya berupa candi-candi,seperti
Gedong Sanga dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Sailendra beragama
Bundhadengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil budayanya , seperti
Candi Borobudur, Mendut,dan Pawon.Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian
terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama
Hindu dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama
Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal inimenunjukkan betapa
besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah
sifatkepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta
kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan
E. Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
Sebagai
salah satu kerajaan terbesar di Indonesia, mataram banyak sekalimeninggalkan
benda-benda bersejarah, termasuk juga prasasti. Dan berikut diantaranya:
1.
Prasasti Canggal
menggunakan huruf pallawa dan bahasa sanskerta berangka tahun 723 M,
menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja.
2.
Prasasti Kalasan, ditemukan
di desa kalasan yogyakarta berangka 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India
Utara) dan bahasa Sanskerta.
3.
Prasasti Mantyasih di
temukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah berangka tahun 907 M menggunakan bahasa
Jawa Kuno.
Prasasti Klurak, ditemukan di Desa Prambanan
berangka tahun 782 M ditulis huruf Pranagari dan bahasa Sanskerta.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi, Prambanan, Candi Sambisari,
Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Sojiwan, Candi Barong dan tentunya yang paling
kolosal adalah Candi Borobudur.
F.
Kemunduran Mataram Kuno
Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa
Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada
beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan ini. Pendapat lama
mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan dengan adanya bencana
alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit. Namun,
pendapat ini tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti
sejarah. Pendapat lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat
adanya paksaan terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Buddha.
Pendapat baru menyebutkan dua faktor
berikut.
1.
Keadaan
alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit
berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan
luar, tidak ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya
Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman
ke pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya
lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa Tengah.
2.
Dari
segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama karena
Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya,
pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya. Ketika Sriwijaya
sungguhsungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat
mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada
tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan
Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini
telah beragama Islam
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nama
Kerajaan Mataram Kuno awalnya ditemukan pada Prasasti Mantyasih 907 M. Didalam
Prasasti itu dijelaskan bahwa penguasa pertama Kerajaan Mataram Kuno yaitu Sang
Ratu Sanjaya. Kerajaan Mataram Kuno memiliki dua bukti sumber sejarah yaitu
Prasasti dan Candi sebagai sumber awal berdirinya Kerajaan tesebut. Salah
satunya Prasasti Canggal dan candi Ijo. Candi Ijo terletak di Dusun Groyokan,
Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten DIY. Candi Ijo dibangun di atas
Bukit Ijo dengan ketinggian 357,4 m di atas permukaan laut. Berdasarkan jenis
arca yang ditemukan. Candi Ijo merupakan candi Hindu dan dibangun pada zaman
Megalitikum atau zaman kebudayaan batu (2500-1000) sebelum masehi) karena
mempunyai struktur bangunan punden berundak. Candi Ijo berbahan batuan asal
Andesit yang berasal dari Gunung. Batu Andesit terbentuk dari batuan beku dari
magma dengan temperatur 900-1100 derajat Celcius. Manusia pendukung pada
peradaban Kerajaan Mataram Kuno yaitu manusia hidup pada masa Kerajaan Mataram
Kuno dan menghasilkan kebudayaan seperti Prasasti-prasasti dan Candi-candi yang
sekrang menjadi sumber bukti sejarah awal berdirinya Kerajaan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Cakrawala_sejarah_SMA_XI_Bahasa_Wardaya.pdf diakses, 10 september 2024 15.00
Kehidupan-Politik-Ekonomi-Sosial-Dan-Agama-Masyarakat-Kerajaan-Mataram-Kuno
diakses, 10 september 2024 15.15
Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Susanti, N. (2010).
Airlangga:
Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI. Depok: Komunitas Bambu.